Let's Explore IT !

Kata mbah Bardolo, IT tidak hanya teknik.. IT tidak hanya sains..
Tetapi IT adalah juga seni, humanisme dan cinta....

Tuesday, 25 July 2017

[Artificial Intellegence] Kecerdasan Berkoloni : Pelajaran berharga dari Alam untuk Perkembangan Ilmu Komputer



Takut akan Tuhan adalah permulaan Pengetahuan. Dan belajar pada keagungan ciptaan-Nya, memberikan inspirasi  yang luar biasa untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Yang kita bahas kali ini adalah salah satu bagian dari ilmu komputer yang disebut Artificial Intelligence (AI). Terjemahan bebasnya adalah Kecerdasan Buatan. Tapi Prof. Adang Suwandi, Guru Besar Teknik Elektro ITB lebih suka menyebutnya sebagai Kecerdasan Tiruan. "Manusia tidak membuat kecerdasan, tetapi meniru apa yang sudah disediakan oleh alam" tutur beliau dalam kuliahnya di program Doctor of Computer Science Binus University beberapa hari lalu.

Benar sekali. Alam memberikan inspirasi yang luar biasa untuk pengembangan ilmu komputasi. Artificial Intelligence yang lagi hits itu, banyak terinspirasi oleh kecerdasan alam dalam merespon kehidupannya. Sebut saja Particle Swarm Algoritm (PSA). Algoritma kondang dalam penentuan keputusan berbasis komputasi ini terinspirasi dari perilaku sosial kolektif dari kecerdasan koloni binatang, seperti semut, rayap, lebah, burung dan ikan.

Semut memberikan inspirasi karena kecerdasannya dalam berkoloni
(gambar ilustrasi : science.idntimes.com)
Semut cerdas? Pasti! Terutama dalam hidup berkoloninya. Tentu Anda pernah mengamati barisan semut yang begitu panjang dan berkelok, kan. Anehnya, mereka tidak pernah bertabrakan satu sama lain ataupun bermacet-macet ria seperti Jakarta.. haha.. Kecerdasan semut ini diterapkan dalam salah satu algoritma PSA yang disebut dengan Ant Colony Optimization (ACO). Algoritma ini meniru cara kerja semut pada saat koloninya menemukan sumber makanan. Pada saat menemukan makanan, tentu semut perlu menentukan jalur yang terpendek antara sumber makanan dan sarang semut. Disinilah peran koloni semut tersebut. Penelusuran jalur terpendek didistribusikan kepada beberapa agen semut. Pada awalnya koloni semut yang ratusan atau bahkan ribuan itu akan melalui semua jalur yang memungkinkan secara acak. Lalu penemu jalur terpendek membubuhkan jejak, yang disebut dengan hormon pheromone yang merupakan alat penunjuk jalan bagi semut yang lain. Dengan adanya pheromone, koloni tidak akan berjalan secara acak lagi tapi mengikuti satu jalur yang ada pheromonenya. Semakin banyak semut melalui suatu jalur, semakin banyak pula jumlah pheromone yang tertinggal di jalur tersebut. Dengan demikian semua semut akan melalui satu jalur yang seragam, yaitu jalur yang terpendek. Hebat kan?

Kecerdasan Koloni Lebah Madu, menginspirasi Bee Colony Algorithm
(ilustrasi : earthtimes.org) 
Kecerdasan berkoloni lainnya ditunjukkan oleh kawanan lebah madu. Algoritma Bee Colony terinsiprasi dari perilaku cerdas kawanan lebah madu mencari makanan.  Hebatnya, koloni lebah dalam mencari makanan membagi diri menjadi tiga kelompok yang disebut dengan pengintai, lebah pekerja dan penonton. Lebah pengintai merupakan agen lebah yang bertugas mencari posisi sumber makanan di lingkungan sekitar sarang secara acak. Informasi posisi sumber makanan yang telah ditemukan akan diteruskan ke agen lebah pekerja. Lebah pekerja merupakan agen lebah yang berhubungan langsung dengan sumber makanan yang sebelumnya ditemukan oleh Lebah Pengintai. Tugas dari kelompok ini adalah menyimpan informasi yang berhubungan dengan tiap-tiap sumber makanan, baik berupa informasi tentang jarak dan arah dari sarang, informasi tingkat profitabilitas atau kekayaan dari sebuah sumber makanan, maupun nilai kepantasan informasi sumber makanan tersebut untuk disebarluaskan. Selanjutnya agen penonton bertugas untuk memilih dan mengeksploitasi sumber makanan yang informasinya disimpan oleh Lebah pekerja. Demikianlah koloni ini bekerjasama, sehingga mereka tidak kekurangan sumber makanan untuk kehidupannya. Hebat ya keagungan ciptaan Tuhan.. Mantab jiwa, itu kalau kata si Alvin.. :-).

Flock of birds (ilustrasi : http://www.lovethispic.com)
Berikutnya adalah Flock of Birds. Algoritma yang terinspirasi dari aktivitas sekawanan burung ini pertama kali diperkenalkan oleh Russell C. Eberhart dan James Kennedy pada  tahun 1995. Ketika sekawanan burung terbang untuk mencari sumber makanan, mereka akan saling bekerjasama menjelajahi ruang multi dimensi. Kerjasama koloni burung dilakukan ketika mereka mengevaluasi posisinya, mengambil informasi dari kawanan lainnya dan mengubah posisinya menjadi yang terbaik. Hebatnya, setiap burung memiliki kecerdasan untuk mengingat kondisi saat ini, posisi historis terbaiknya, posisi kawanan terbaik, serta dapat mengambil keputusan untuk mengubah posisi nya jika diperlukan. Hebatnya lagi, pengetahuan tersebut dapat disimpan menjadi pengetahuan untuk masa mendatang. Sebagai contoh, sang burung dapat kembali membandingkan pengetahuan sebelumnya dengan posisi-posisi rekannya dalam mencari makanan yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Kecerdasan berkoloni hewan-hewan di atas, menginspirasi munculnya algoritma komputasi dahsyat yang disebut dengan Particle Swan Algorithm. Berbagai macam persoalan optimisasi komputasi, baik dalam persoalan sederhana, kompleks maupun aplikatif, bisa diselesaikan dengan prinsip-prinsip di atas.

Demikianlah, ketika kecerdasan hidup berkoloni manusia mulai dipertanyakan, budaya gugur gunung dan gotong-royong yang mulai menghilang, maka tidak ada salahnya kita menengok kembali ciptaan Tuhan yang lain dan belajar kepada semut, lebah, burung dan binatang lainnya. Siapa tahu ke depan Anda dapat menciptakan algoritma menarik yang lain seperti cicak, kadal atau bahkan buaya? Haha.. Siapa tahu?

Jakarta, yang tengah diguyur gerimis kecil
Akhir April 2017

    

0 comments:

Post a Comment

Silakan masukkan komentar Anda... Bebas kok :-)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India